Rabu, 26 Maret 2014

Social History

Social history merupakan hal yang harus digali dari diri klien untuk mengetahui riwayat hidupnya. Social history biasanya ditanyakan pada sesi awal bisa melalui oral (dengan bertanya langsung) maupun secara tertulis (dengan memberikan form pada klien). Dengan mengetahui social history klien, kita bisa mendapatkan gambaran tentang munculnya masalah klien.
seorang interviewer harus memperoleh informasi dalam semua area ini untuk mendapatkan social history klien:
1.    Family History
Tanyakan pada klien mengenai latar belakang keluarganya, dimana ia dilahirkan dan dibesarkan, dengan siapa saja ia tinggal, bagaimana komunikasi dalam keluarganya.
Menggunakan GENORAM dalam pencatatan family history dirasa lebih memudahkan. Contoh dari genogram :
Description: http://www.indigenousreporting.com/2012/wp-content/uploads/2012/04/Genogram-1024x634.jpg
2.    Educational History
Tanyakan bagaimana performa klien dibidang akademik, tanyakan juga mengenai proses sosialisasi klien di sekolah (memiliki berapa teman dekat), biasanya individu yang mampu menjalin pertemanan dengan banyak orang akan cenderung dapat bersosialiasi dengan baik dikehidupan. Tanyakan juga pada klien mengenai kegagalan apa yang pernah ia dapat ketika masih di sekolah.
3.    Occupational Training / Job History
Tanyakan mengenai pekerjaan klien. Jangan bertanya “apa pekerjaan anda saat ini?” untuk sebagian orang itu akan menyindir, jadi gunakan lah “apa kesibukan anda sekarang?”. Tanyakan pula pekerjaan yang sekarang sedang dijalani merupakan minat nya atau kehendak orang tua.
4.    Marital History
Status perkawinan biasanya sudah ada ketika klien mengisi data demografik di sesi awal. Tanyakan tentang statusnya : single, married, divorce, widow
5.    Interpersonal Relationship
Bagaimana hubungan klien dengan orang-orang disekitar klien
6.    Recreational Preferences
Tanyakan kegiatan apa yang klien sukai
7.    Sexual History
Pertanyaan mengenai seksual ini sangat sensitif untuk beberapa orang, sehingga seorang interviewer harus hati-hati mengenai pertanyaan yang akan dilontarkan.
8.    Medical History
Tanyakan mengenai riwayat medis klien. Meliputi : rawat jalan, rawat inap, rawat operasi, masalah kesehatan, last medical check-up, nama dan dosis obat-obatan yang pernah dikonsumsi
9.    Psychiatric / Psychotheraphy History
Pernah kah klien didiagnosis oleh psikiatri mengalami ganguan
10.  Legal History
Tanyakan apakah pernah terlibat kasus hukum
11.  Alcohol and Substance Use/Abuse
Tanyakan kepada klien sesuatu seperti “saya suka meminum beberapa jenis beer atau segelas wine. Bagaimana dengan mu?” dengan bertanya seperti itu klien tidak akan merasa terancam.
12.  Nicotine and Caffeine Consumption
Tanyakan klien mengenai seberapa sering ia mengkonsumsi kopi yang mengandung kafein atau seberapa seringnya ia merokok yang mengandung nicotin
Bertanya pada klien mengenai jawaban yang diberikan klien sangat penting dilakukan untuk lebih memahami makna dari jawaban klien dan mencari tahu permasalahan yang dihadapi klien.
Berikut ini adalah beberapa cara menjadi seorang interviewr yang baik dalam mengali social history klien:
ü  Mendengarkan jawaban klien dengan penuh perhatian
ü  Berbicara dan bertanya mengenai sesuatu yang penting
ü  Wawancarai, bukan mengintrogasi
ü  Menjadi orang yang ingin tahu, tapi jangan kepoh
ü  Ingat semua keyword penting yang klien ucapkan
ü  Berhati-hati dengan perbedaan budaya
ü  Ajak klien untuk menceritakan mengenai kisahnya secara jelas dengan probing yang bagus.


Rabu, 19 Maret 2014

Basic Skills To Become A Good Interviewer "what you must do and don't"

Menjadi seorang pewawancara yang baik seorang interviewer harus memiliki beberapa keterampilan dasar yang harus dilakukan, keterampilan dasar tersebut antara lain:

1. Kemampuan membina Rapport 
kemapuan ini merupakan kemampuan paling mandasar, membina rapoport dapat dilakukan dengan senyum hangat, sambutan yang bersahabat, jabat tangan, dan percakapan kecil. ruangan juga harus dibuat senyaman mungkin

2. Empathy
menerima klien, memahami klien, dan memahami dunia klien tanpa membuat judment

3. Attending Behavior
mengurangi kuantitas bicara interviewer dan memberikan waktu kepada klien untuk menceritakan tentang diri mereka, fokus pada klien bukan kepada diri sendiri.
Dalam attending behavior terdapat 4 hal yang perlu diperhatikan :

  • Visual : Eye contact ( tatap klien, jangan alihkan pandangan)
  • Vocal Qualities : Tone & speech rate ( nada dan kecepatan bicara mengindikasikan seberapa besar ketertarikan dan rasa empati interviewer terhadap klien)
  • Verbal Tracking : Following the client or changing the topic (perhatikan apa yang diceritakan klien)
  • Body Language : attentive and authentic (penuh perhatian dan tetap menjadi diri sendiri)


4. Questioning Technique
  • Open Question : sifatnya tidak mengarahkan, open question bisa sebagai pembuka → apa yang bisa saya bantu?
  • Closed Question : pertanyaan yang merujuk pada jawaban tertentu, bersifat mengarahkan, jawaban dari closed question sebatas “ya” dan “tidak”


ada beberapa hal yang harus dihindari ketika melontarkan pertanyaan :
  • ·        Being intrusive → jangan paksa klien untuk berbicara
  • ·        Interrogating the client → jangan menanyakan hal yang bersifat personal dengan daftar pertanyaan yang sangat panjang
  • ·        Controlling client explores → jangan bertanya terus menerus karena membuat klien tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya
  • ·        Using ‘why’ question → akan memunculkan rasionalisasi klien saja.
  • ·        Satisfying counsellor’s needs → jangan bertanya untuk memuaskan rasa ingin tahu pewawancara.


5. Observation Skills
  • Perilaku non verbal → ekspresi wajah, bahasa tubuh, hindari stereotype
  • Perilaku verbal → Sellective attention, key words
  • Konflik, diskrepansi, inkongruensi


6. Active Listening Skills
a. Encouraging
·        verbal encouraging → gunakan ‘hmm’, ‘ya..’, ‘oke’, ‘lalu..’
·        non verbal encouraging → gunakan body language dan kontak mata
b. Reflection of content (Paraphrasing) VS reflection of feelings
c. Summarizing



Senin, 10 Maret 2014

Teknik Wawancara di Berbagai Bidang

A. Definisi Wawancara

Esterberg (2002) mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontribusikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara merupakan alat mengecek ulang atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya dan juga merupakan teknik komunikasi langsung antara peneliti dan sampel. Menurut Sukandarrumidi (2004), wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian. Pemerolehan keterangan ini dilakukan dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan responden, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.
Menurut Alwasilah (2002), wawancara merupakan cara yang digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Melalui wawancara, peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam (in-depth information). Pengertian mengenai wawancara lainnya diungkapkan oleh Ivey, Ivey & Zalaquett (2010), wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang melibatkan proses tanya jawab antara dua orang atau lebih, dari pewawancara yang ingin mencari informasi dari narasumber.

Dari beberapa definisi diatas, teknik wawancara sangat dapat diaplikasikan diberbagai bidang psikologi contohnya saja dalam bidang pendidikan, klinis dewasa, PIO, dan klinis anak. 

pertama dalam bidang pendidikan, wawancara banyak digunakan dalam bidang pendidikan khususnya dipakai seorang guru Bimbingan Konseling ketika murid-murid di sekolah mendapatkan masalah. dengan menggunakan teknik wawancara guru dapat lebih dengan mudah mengerti masalah yang dialami oleh anak murid tersebut. guru yang melakukan teknik wawancara dalam bidang pendidikan ini mengatakan bahwa dengan menggunakan wawancara mereka dapat lebih mudah memahami masalah yang dihadapi dengan lebih mudah.

kedua dalam bidang klinis dewasa. dalam bidang klinis dewasa, wawancara digunakan ketika psikolog bertanya mengenai apa yang klien rasakan dan alami, dari wawancara yang terjadi seorang psikolog dapat menggali yang menjadi permasalahan klien. dalam bidang klinis dewasa psikolog tetap menggunakan beberapa tes tertulis juga. psikolog mengatakan bahwa teknik wawancara harus terus diasah sehingga semakin dapat membedakan klien yang sedang berbohong dan jujur.

ketiga dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi (PIO). Dalam bidang PIO teknik wawancara digunakan dalam proses recruitment karyawan, pertama-tama seorang HR menjalin raport dengan calon kandidat dan kemudian menggunakan teknik wawancara untuk mengetahui apakah kandidat tersebut memenuhi kriteria atau tidak untuk masuk ke dalam perusahaan. namun dalam bidang PIO psikotest juga digunakan sebagai pendamping. Menurut subyek wawancara dalam bidang PIO wawancara lebih akurat karena apabila ada calon kandidat yang berbohong atau melakukan manipulasi akan dapat langsung terlihat dari jawaban yang dilontarkan kandidat.

keempat dalam bidang klinis anak. Dalam klinis anak wawancara digunakan untuk menjalin raport pada anak dengan menanyakan apa kesukaan anak tersebut dan mencoba memahami apa yang menjadi masalah si anak. wawancara juga digunakan untuk melakukan wawncara kepada orangtua si anak guna mendapatkan data.

Berdasarkan pengaplikasian teknik wawancara diberbagai bidang tersebut dapat terlihat wawancara sangat diperlukan untuk mendapatkan data dengan kemungkinan manipulasi yang kecil dibandingkan dengan tes tertulis yang mana di jaman sekarang ini banyak bocoran nya di internet. Wawancara juga merupakan skill yang harus terus digunakan agar lebih tajam dalam melakukan wawancara.



DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. C. (2002). Pokoknya kualitatif: Dasar-dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.
Esterberg, K. G. (2002). Qualitative methods in social research. Boston: McGraw-Hill.
Ivey, A. E., Ivey, M. B., & Zalaquett, C. P. (2010). Intentional interviewing and counseling: Facilitating client development in a multicultural society (7th ed.). Belmont, CA: Cengage Learning.
Sukandarrumidi. (2004). Metodologi penelitian: Petunjuk praktis untuk peneliti pemula. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.